Join The Community

Rabu, 06 November 2013

The power of Muharram

          Kembali kita umat Muslim memperingati pergantaian tahun dari 1434 H menjadi 1435 H . Tahun baru Hijriah juga sering di sebut hari Raya anak yatim. Banyak yayasan sosial yang memperingati tahun baru ini dengan mengadakan sunatan massal bagi anak yatim dan santunan. Lebih dari itu Tahun baru bagi umat muslim memaknainya perpindahan. Pindah dari masa jahiliah ke masa yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Juga diartikan dengan perpindahan sikap dari yang kurang baik menjadi baik, dari yang baik menjadi lebih baik. Diharapkan posisi kita saat ini dari yang baik menjadi lebih baik, karena bukan saat tahun baru saja kita harus lebih baik, tapi setiap waktu kita ditunntut untuk selalu introspeksi diri.
         Dikisahkan pada waktu nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan Isra`-  mi`raj bersama malaikat Jibril As keduanya melewati tempat di mana seorang wanita tua yang masih menampakkan kecantikannya. Wanita tua itu menunggangi kuda sambil berteriak menggoda Rasulullah saw " Ya Muhammad....Ya Muhammad..!", tetapi Beliau tidak menggubrisnya.
Setelah berlalu, nabi bertanya tentang fenomena yang dilihatnya kepada Jibril, "itulah ibarat dunia, makin tua makin menawan dan tetap cantik untuk di pandang dan dinikmati..." kata jibril as menjelaskan.
Kisah di atas mengingatkan kita dan menyadarkan kita bahwa pergantian tahun di satu sisi merupakan pertambahan usia bagi kita, di sisi lain dunia yang kita tempati makin tua  renta namun tetap menampakkan pesonanya.
Bagi seorang muslim , pergantian  waktu detik demi detik, menit demi menit bahkan pergantian tahun pun merupakan momentum bagi kita untuk selalu introspeksi diri ( muhasabah diri) menuju kualitas iman, ilmu, dan amal yang lebih baik. Hari-hari kita selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya.
Rasulullah saw menyatakan, “Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, ia adalah orang yang beruntung. Bila hari ini sama dengan hari kemarin, berarti ia orang merugi. Dan jika hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka ia adalah orang celaka’. Kita harus senantiasa mawas diri, mungkin selama ini kita terbuai kehidupan dunia, waktu kita habiskan untuk mengejar kesenangan duniawi dengan mengabaikan bekal untuk kehidupan akhirat. Umar bin Khattab mengingatkan, “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab. Timbanglah amal-amalmu sebelum ia ditimbang. Bersiaplah untuk menghadapi hari yang amat dahsyat. Pada hari itu segala sesuatu yang ada pada dirimu menjadi jelas, tidak ada yang tersembunyi”.
Oleh karena itu, introspeksi diri harus terus dilakukan untuk menuju kehidupan yang lebih bermakna. Kehidupan di dunia hanyalah sementara. Kita hanya singgah sebentar sebelum menuju alam akhirat yang kekal abadi. Di ‘terminal antara’ inilah kita diberi waktu untuk mendulang bekal berupa amal saleh sebanyak-banyaknya. Pergantian tahun -juga hari demi hari- juga seyogyanya mengingatkan kita bahwa ‘jatah hidup’ kita di dunia semakin berkurang. Imam Hasan Al-Bashri menyatakan, “Wahai anak Adam, sesungguhnya kamu adalah bagian dari hari, apabila satu hari berlalu, maka berlalu pulalah sebagian hidupmu”.
Dalam proses introspeksi, kita bisa memulainya dengan melakukan ‘pengenalan diri’ (ma’rifatunnafsi). Menurut Imam Al-Ghazali, pengetahuan tentang diri adalah kunci pengetahuan tentang Tuhan. Dalam hadis Nabi saw dinyatakan pula, “Siapa yang mengenali dirinya sendiri, ia akan mengenali Tuhannya”.
‘Mengenali diri’ bukanlah dengan mengenali bentuk fisik diri kita, bukan pula tentang sekadar tahu bahwa kalau kita lapar harus makan, dan seterusnya. Pengenalan tentang diri yang sebenarnya adalah pengetahuan tentang; Siapakah aku? Dari mana aku datang? Kemana aku akan pergi? Dan di manakah sebenarnya letak kebahagiaan itu?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu saja menuntun kita untuk mengenal diri sendiri yang pada gilirannya akan mengantarkan kita pada ma’rifatullah (mengenal Allah). Jika kita sudah ‘mengenali’ Allah swt melalui sifat-sifatNya tentunya keimanan akan meningkat dan semakin kuat. Jika sikap tauhid tersebut sudah kokoh, tingkat ketakwaan pun kian mantap, dan hasilnya adalah kebahagiaan dunia akhirat.

0 komentar:

Posting Komentar